Dalam perkembangan seni kaligrafi islam di Indonedia tahun 2017 ini. Memang lagi hangat-hangatnya karena kaligrafer Indonesia mulai menorehkan prestasinya dikancah internasional. Bukan tidak mungkin sebentar lagi Indonesia akan menjadi salah satu kiblat kaligrafi dunia. Yang banyak dimotori diantaranya oleh Pesantren LEMKA, El-Jabbar, PSKQ dan banyak sanggar kaligrafi di Indonesia. Memang kaligrafi murni atau khat naskah masih asyik di dunianya dalam goresan qalam diatas kertas muqohhar (kertas olahan) untuk pembuatan lauhah yang lagi marak digandrungi para kaligrafer di Kudus dan umumnya di Indonesia.
Jadi memang kaligrafi murni dengan lukisan kaligrafi sebenarnya mempunyai korelasi yang erat sekali. Karena dalam berkarya disitu ada pesan dari langit yang bisa dilihat dalam lukisan sebagai sarana dakwah bil qalam (untuk kaligrafi murni) dan dakwah bil quas (lukisan kaligrafi).
Kaligrafi sendiri mempunyai makna-makna yang sangat kompleks seperti yang ditunjukkan oleh naskah yang ditulis Attauhidi, seorang penulis besar zaman Abbasiyah.
Nilai-nilai tersebut adalah: Pertama, kaligrafi dianggap sebagai refleksi kebijaksanaan dan kualitas kesempurnaan manusia. Gaya dalam kaligrafi merupakan citra intelek yang mewujud dalam bentuk. Ini dicatat Attauhidi dalam beberapa pernyataan yang disebutkan pada risalahnya. Misalnya, di sana disebutkan:
Abbas berkata: tulisan tangan adalah lidah tangan. Gaya adalah indahnya intelek. Intelek adalah lidah bagi bagusnya kualitas dan tindakan. Dan bagusnya kualitas dan tindakan adalah kesempurnaan manusia.
Atau misalnya lagi dikatakan, “Qalam adalah kebijaksanaan yang utama. Tulisan tangan adalah keutamaan qalam. Gagasan adalah karunia yang indah dan intelek, dan eloknya gaya adalah hiasan bagi seluruhnya itu.”
Kedua, kaligrafi juga dianggap sebagai intelek –yang juga disebut beberapa kali– seperti yang disebutkan Hisyam bin Al Ahkam: Tulisan tangan adalah perhiasan yang ditampakkan oleh tangan dari emas murni intelek. Ia juga adalah kain sutera yang ditenun oleh qalam dengan benang kepiawaian.
Sementara itu, Bisyr ibn Al Mu’tamir berkata: “Batin adalah tambang, intelek adalah mineral yang mulia, lidah adalah pekerja tambang, qalam adalah tukang emas, dan tulisan tangan adalah benda perhiasan yang telah jadi.”
Ketiga, kaligrafi di pihak lain merupakan perpaduan antara pikiran dan perasaan, kualitas intelek dan intuisi.
Abdul Dulaf Al’Ijli misalnya pernah berkata, “Qalam adalah tukang emas perkataan. Ia mencairkan dan mengungkap isi hati, dan menampakkan batang-batang bagian tubuh di mana pikiran dan perasaan bermuara.”
Kembali ke pembahasan lukis kaligrafi ”Meski terkesan mendikotomi, lukis kaligrafi tidak lebih hanya sebuah perkembangan media yang tidak hanya “terpenjara” di atas kertas dan kanvas. Tidak hanya di tanah air, lukisan di Timur Tengah juga telah banyak mengambil objek-objek huruf sebagai bagian yang utama.
Lukis kaligrafi adalah sebuah lukisan dengan mengambil objek huruf-huruf Arab. Biasanya mengambil ayat-ayat Alquran maupun hadist yang diiringi background senyawa. Kadang objek kaligrafi hanya sebagai pelengkap, dan kadang merupakan kaligrafi berhias sebuah objek. Tidak bisa diproporsikan persentase objek kaligrafi dan lukis itu. Ketika sebuah lukisan ada objek huruf arab yang merangkai kalimat ayat maupun hadist, maka lukisan tersebut bisa dikatakan lukis kaligrafi.
Seperti halnya lukisan yang saya lukis didinding Pak Haji Hardi Pangkalan Bun Kalimantan Tengah dengan sebuah objek ka'bah sebagai tempat berkumpulnya orang mu'min melakukan ritual yang disebut towaf. Dipadu dengan khat diwani kontemporer dan khat naskhi, yang berjudul "Haji Mabrur" memberi sebuah pesan untuk selalu berusaha menyempurnakan rukun dan kewajiban ibadah haji dan umroh yang tiada balasannya kecuali surga. Di sinilah letak saling mendukung antara kaligrafi dengan objek lukisan. Nampak sekali keduanya merupakan pondasi keindahan sebuah objek yang dihasilkan.
Lukisan kaligrafi pun bisa menerapkan kaligrafi murni seperti yang saya buat. Sebut saja guru saya seoarang Pakar Kaligrafi Indonesia Dr. Kyai Haji Didin Sirajuddin AR dan Dr. KH Wahidin Loekman misalnya, kerap menerapkan kaligrafi murni dalam media lukisnya. Lain halnya dengan Amang Rahman misalnya, beliau sudah terkenal dengan lukisan batiknya. Amang Rahman melukis kaligrafi dengan tanpa memperhatikan kaidah baku kaligrafi yang diterapkan Hasyim Muhammad Al Baghdadi, kaidah naskhi Syauqy dan lain-lain.
Di tanah air sendiri bermunculan kaligrafer terkenal seperti guru-guru saya Ust.H. Isep Misbah, Ust. Ujang Badrus Salam, Ust. H. Hasanuddin Bandung, H. Purwanto Zain, Ust. Turmudzy Elfaiz, Ust. Ali Rohman, Ust. M. Assiry, Ust. Nurul Huda Jogja dan lain-lain, yang masih produktif dalam berkarya. Mengikuti dari tokoh angkatan sebelumnya yang lebih senior seperti Dr.H. Didin Sirajuddin AR, Prof. A.D. Pirous, Amang Rahman, Saiful Adnan dan masih banyak yang lainnya. Seolah memiliki “trade mark” tersendiri, satu dengan yang lainnya mempunyai karakter berbeda ketika membuat sebuah lukisan kaligrafi.
Di luar negeri, khususnya di Timur Tengah, lukis kaligrafi merupakan bagian dari kaligrafi kontemporer. Biasanya, kaligrafi jenis ini menampilkan objek-objek huruf yang tidak “terpatok” pada arti. Namun huruf bisa berdiri sendiri.
Lukis kaligrafi memiliki keunikan tersendiri karena seni lukis dan bentuk huruf saling melengkapi. Dan, lengkaplah keindahan tertanam dalam sebuah objek lukisan. Allah sendiri adalah Dzat Yang Maha Indah dan menyukai akan keindahan. Selamat menebar keindahan, mari kita bumikan kaligrafi islam dengan kaligrafi terapan.
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung, silahkan meninggalkan pesan atau menulis komentar