Asta Qalam Kudus
By Admin 2 Radar Pekalongan - May 27, 2017 0 103
*Miliki Lebih dari 60 Tropi Kejuaraan, Karya Tembus ke Singapura
Kaligrafi menjadi nafas Purwanto Zain. Ribuan karya sudah dibuatnya. Bahkan penjualan karyanya tembus ke Singapura. Dia juga sudah mendapatkan 60 lebih tropi dan penghargaan kaligrafi dari even tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional.
FARUQ HIDAYAT, Kudus
Purwanto Zain, Pendiri dan Owner Sanggar Kaligrafi Asta Qalam Kudus
INSPIRATIF – Salah satu karya Purwanto Zain yang dipamerkan di Gelar Karya Asosiasi Kaligrafi Arab, Masjid Agung Kudus belum lama ini.
FARUQ HIDAYAT/RADAR KUDUS
BEBERAPA karya lukisan kaligrafi menghiasi dinding ruang tamu rumah Purwanto Zain di RT 5/RW 3 Desa Honggosoco, Jekulo, Kudus. Tidak ada kursi di ruangan itu. Alasnya karpet. Ukurannya hanya 4 x 4, namun kesan elegan sangat terlihat.
Lelaki yang akrab dipanggil Pak Pur ini, seorang pendiri dan owner di Sanggar Kaligrafi Asta Qalam Kudus. Kemahirannya dalam bidang seni kaligrafi juga dia tularkan secara cuma-cuma kepada santrinya. “Latihan kaligrafi itu bisanya hari Ahad setelah Maghrib. Belajarnya di rumah saya, kalau bulan Ramadan latihannya diganti Jumat pukul 15.00. Latihannya gratis tidak saya pungut biaya. Sebab saya mempunyai misi untuk syiar Islam dengan dakwah bil-qolam,” katanya.
Dia mengaku, suka melukis sejak masih duduk di bangku sekolah dasar (SD). Namun, lukisannya belum mengarah ke kaligrafi, masih sesukanya. Menginjak bangku sekolah menengah pertama (SMP) kelas VIII, Pak Pur memberanikan diri mengikuti lomba poster tingkat nasional.
“Tapi belum juara. Saya itu mulai sungguh-sungguh dengan kaligrafi setelah memperoleh Juara III Kaligrafi tingkat nasional di Palu tahun 2000,” kata Pak Haji Pur yang kelahiran Kudus ini.
Prestasi pertamanya itu, berhasil diraihnya setelah mondok selama empat tahun di Pesantren Darul Falah Bareng Jekulo pada 1996 silam. Di pondok itulah dia belajar kaligrafi dengan kaligrafer terkenal di Kudus. Yaitu, KH M. Nur Aufa Shiddiq.
Pak Pur merguru kepada Kyai Aufa selama lima tahun. “Selama belajar, saya selalu mengikuti apa yang diucapkan dan diperintahkan guru,” tandasnya.
Dia pun selalu terlibat dalam proses pembuatan ratusan karya-karya gurunya. Mulai dari karya tulisan tanga, kanvas, kaca, gabus, menghias dan menulis khat dari dinding musala, masjid hingga berdiskusi tentang pengajaran kaligrafi di sanggar KH M. Nur Aufa Shiddiq.
Tidak sampai di situ, tahun 2002 dia memperdalam bakat kaligrafinya di Pesantren Lemka Sukabumi Jawa Barat, sebuah pondok khusus untuk belajar kaligrafi. Bahkan tahun 2006 berlanjut belajar di Pesantren El Jabbar Bandung Jabar.
“Alhamdzulillah, sudah 60 lebih tropi dan penghargaan kaligrafi yang saya dapat dari even tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional,” kata bapak yang sekarang tengan menempuh pendidikan Pascasarjana (S2) di STAIN Kudus ini.
Juara yang disabetnya, di antaranya, juara 1 tingkat Jateng tahun 1999; juara III tingkat nasional tahun 2000 di Palu; juara I tingkat DKI Jakarta tahun 2002; juara 1 lukis kaligrafi antarmahasiswa se-Jateng dan DIY 2003; juara 1 Banten tahun 2005; rekor juara 1 Jawa Barat 7 kali berturut-turut dari mulai tahun 2005, 2006, 2007, 2008, 2010, 2012, 2014, serta juara II tingkat nasional 2010 di Bengkulu.
Selain aktif lomba dan membina serta penjurian kaligrafi, Pak Pur juga sering garap serabutan. “Dalam bahasa saya corat-coret musala satu pindah ke masjid yang lain,” ucapnya.
Dia juga mendirikan sanggar dan galeri Asta Qalam Kudus tahun 2003, masuk tim penulisan mushaf Al Qur’an Al Bantani Banten tahun 2010, mengikuti pameran kaligrafi di antaranya Festival Wali Songo Surabaya, Duta Seni Kudus di TMII Jakarta, erta beberapa pameran , salah satunya di Lahore dan Karachi Pakistan 2009.
“Saya juga sudah menyusun buku paduan kaligrafi. Di antaranya, Gores Qalam Indahnya Khat Naskhi dan Aku bukan Master Kaligrafi,” jelasnya.
Hingga saat ini, sudah ribuan karya seni kaligrafi dibuatnya. Berbagai karyanya dibandrol dengan harga yang beragam, tergantung tingkat kerumitan. Mulai harga Rp 50 ribu hingga Rp 1 miliar. Bahkan beberapa karya seninya mampu tembus hingga luar negeri di Singapura dan Malaysia.
Tidak disangka bakatnya itu menular ke istrinya. Tak hanya Pak Pur, istrinya yang bernama Dwi Widayanti, 27, ternyata juga pernah menyabet berbagai prestasi karya seni kaligrafi. “Istri juga bisa (bikin kaligrafi). Dia belajar dari saya. Setiap hari saya membuat lukisan kaligrafi. Kadang saya minta istri untuk membantu melanjutkan membuat. Dari sana lama-lama dia menjadi bisa, tapi karya istri saya tidak mau dia jual. Inginnya hanya untuk diikutkan perlombaan,” terangnya. (*)
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung, silahkan meninggalkan pesan atau menulis komentar