Berbarengan dengan acara International Lecture, Malaysia-Singapura tanggal 19 s/d 23 Februari 2018 Selama lima hari di Malaysia dan Singapira, disela-sela International Lecture H. Purwanto Zain pada tanggal 21 februari 2018 melakukan safari seni ke Balai Seni Lukis Melaka Art Gallery Malaysia. Karya yang luar biasa dari para pelukis Malaysia banyak sekali mengisi ruang pameran di balai seni lukis tersebut. Karya pelukis-pelukis Malaysia seperti Faizal Sidik, Aman Shah Bahar dan lain-lain berjajar indah mengisi setiap ruangan pameran di Balai Seni Lukis Maleka Art Malaysia.
Rabu, 21 Februari 2018
Senin, 19 Februari 2018
Launcing PECINTA KALIGRAFI (PK) di Masjid Sunan Kalijaga, UIN Sunan Kalijaga
Launching PECINTA KALIGRAFI (PK) PAMERAN SENI RUPA KALIGRAFI di Masjid Sunan Kalijaga, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Selasa
23 Februari – 23 Maret 2018
"MI'RAJ".
A. Anzieb (Kurator)
“Isra`” secara bahasa adalah perjalanan di waktu malam, sedangkan “Mi`raj” adalah naik ke langit yang diberkahi cahaya semesta sampai “di ufuk tertinggi”. Adalah “peristiwa agung” Rasulullah dalam mencapai dimensi tertinggi keimanan. Dengan waktu semalam, perjalanan Rasulullah dari Masjid Haram (Mekah) menuju Masjid al-Aqsha di Jerusalem yang terlebih dulu singgah di Yastrib, Madyan, Syajar Musa (tempat Musa menerima wahyu), Baitullahm (tempat Isa dilahirkan) dan Thursina (tempat orang-orang Bani Israel dimurkai oleh Allah SWT), kemudian naik ke langit sampai ke Sidratulmuntaha, berlanjut mengarungi samudra Alam Semesta Raya hingga sampailah pada “Ruang Yang Mutlak”, adalah “Maha Ruang” yang disebut “Arsy” – kembali lagi ke Mekah membawa keberkahan bagi seluruh umat Muhammad sepanjang dunia dan akhirat.
Sebuah perjalanan yang menembus segala “ruang dan waktu” dari derajat iman, segala peristiwa dari dasar bumi hingga puncak langit hanya menyatakan sembah hormat kepada-Nya. Maka, “diamlah” untuk menyempurnakan iman, dan jangan pernah bertanya sekalipun minta penjelasan tentang langit tertinggi atau Arasy Allah karena tak seorang pun mampu mengetahui hakikat zarah itu. Langit yang bagaikan kukusan terbalik, tanpa penyangga di bawahnya, melewati ribuan bintang, bulan dan matahari, semua sama indahnya, bergerak sekaligus tak bergerak. M. Quraish Shihab dalam “Membaca Sirah Nabi Muhammad Saw”, bahwa al-Qur’an menggunakan tiga tingkat derajat untuk “yaqin”; yaitu ‘ilm al-yaqin, ‘ain al-yaqin, haq al-yaqin – niscaya, Rasulullah dalam peistiwa Mi’raj ini telah mencapai peringkat tertinggi keimanan atau Haq al-yaqin.
Pameran seni rupa kaligrafi ini ingin meletakkan atau lebih mengimani Mi’raj sebagai metafor dan maknawi yang bukan duniawi (tergambar, terlihat, teraba, terpikir, tercium, terdengar dan seterusnya) tapi lebih sebagai puncak hakikat keimanan yang paling agung – karena iman atau keyakinan itu sendiri adalah melulu pada jiwa yang paling lembut dan tertinggi, bahkan tak terukur secara lahiriah dengan apapun di dunia ini. Ketika jiwa disatukan dengan raga/jasmani, maka ia pun merupakan bagian dari keseluruhannya. Jiwa punya peranan dan keterpesonaan dalam apa yang tertinggi, paling hakiki, dan sebaliknya raga punya peranan dalam apa yang paling rendah. Jiwa (dalam arti bagian tertinggi dari manusia yang mendambakan kesempurnaan) ada lebih dulu dari pada raga yang terkurung dalam raga itu sendiri seperti di dalam sangkar. Meski demikian, jiwa kadangkala seperti raga yang memiliki perkembangan maju dan mundur.
Bukankah hidup manusia adalah “perjalanan” yang dilakukan secara bertahap?, bersama kesulitan-kesulitan bercampur dengan penderitaan dan kesenangan dalam pengembaraan di jalan yang panjang menuju puncak ruhani. Dari sini kita bisa menghayati konteks keimanan bagaimana Adam berapa waktu lamanya melewati duka, Nuh diantara air bah dan cengkeraman orang-orang jahat, Ibrahim yang menderita dan dilemparkan ke dalam kobaran api, Ismail yang menerima perintah untuk dikorbankan, Yakub yang menjadi buta lantaran meratapi putranya, Yusuf ketika berkuasa maupun menghamba berada di dasar sumur dan penjara, Ayub yang menggeliat di tanah menjadi mangsa cacing dan serigala, Zakaria hanya tetap diam ketika orang-orang membunuhnya, dan Rasulullah sendiri tak pernah lepas dari hinaan serta cacian dari pamannya (Abu Jahal) dan bangsa Quraish – semua karena cinta dan keimanan kepada-Nya. Mereka telah menyempurnakan diri, dan jiwanya pun langsung menuju ke langit sesuai kesempurnaan yang telah dicapainya.
Dengan mengimani Mi’raj, adalah perjalanan bertahap untuk mencapai “keberimanan” yang sempurna. Seperti halya kehadiran ekspresi visual 26 seniman yang memberangkatkan “ayat-ayat” Tuhan pada pameran ini, merupakan ekspresi perjalanan keimanan melalui pengalaman spiritual (religiustias) dan kultural masing-masing seniman. Tentu saja masing-masing seniman menampakkan bagian dari sisi perjalanan dan pengetahuan itu secara berbeda karena tiada perjalanan dan pengetahuan yang sama yang harus ditempuh untuk dilintasi, tak bisa diperkirakan -- bahwa perjalanan adalah kekal sifatnya dan pengetahuan hanya sementara. Alhasil, seni dan kesenian adalah ritual keyakinan (religiusitas), sebuah “jalan” untuk semakin mendekatkan diri ke hadapan-Nya dengan bekal keimanan itu sendiri, kesalehan sosial, nurani, dan kemanusiaan.
SENIMAN:
Abdul Gani
Jeihan
A.D. Piroes
M. Assiry
Affandi
M. Noer Amien
Ahmad Sadali
Midhan Anis
Ali Ridho
Nasirun
Amang Rahman
Nugroho
Ammar Abdillah
Nurul Huda
Basrizal Albara
Purwanto Zain
Budi Ubrux
Rispul
Hasan Basri
Robert Nasrullah
Husain Sujana
Rifky Nasrullah
Isep Misbah
Syaiful Adnan
Isnaini
Sholikhan.
Kontak no WA : 081325366338
Jumat, 16 Februari 2018
GELIAT LUKIS KALIGRAFI 2018
GELIAT LUKIS KALIGRAFI 2018.
Purwanto Zain
Tanganku terasa ingin corat-coret di kanvas kalau melihat kanvas yang kosong dengan melihat berbagai medium cat minyak, acrylic, palet, serbuk marmer dan material yang bisa dijadikan melukis Kaligrafi. Tidak perlu banyak kata, tangan hanya bicara lewat sapuan kuas, menari-nari diatas licinnya cat yang bergerak mengikuti seluruh kehandakku. Sangking asyiknya mengolah kanvas putih lama-lama berubah menjadi abu-abu terus kucelup kuas jadi hitamnya kopi. Terasa nikmat dengan seduhan kopi dan rokok sebagai pemoles indahnya kreasiku.
Lukis kaligrafi memang punya hubungan yang roman ala seni rupa, namun tidak harus mengikuti corak periodisasi seni rupa secara utuh. Walaupun begitu, tidak bisa dipungkiri bahwa gaya kaligrafi Islam terus berkembang menjelma yang mulanya hanya terkotak-kotak dalam naung wadah kaligrafi murni yang kental dengan pakem qowaidul kitabah,
Akhirnya terjadi pergeseran gengsi yang penuh ide menjelma menjadi lukis kaligrafi kontemporer yang ingin terlepas dari bayang kaidah yang sudah baku. Kaligrafi kontemporer masa sekarang memang tidak bisa lepas dari perjalanan dan pengaruh seni rupa modern yang merupakan fenomena realita di tengah berserinya seni rupa dunia Islam. Dari banyaknya literatur menunjukan pada angka tahun 70 dan 80-an menjadi titik awal kebangkitan angkatan seni rupa kontemporer. Dalam proses perkembangannya seni rupa modern yang awalnya tumbuh di dunia Barat, mulai berkembang ke Timur Tengah dan bagian-bagian dunia Islam di dunia termasuk Indonesia. Abdel Kebir dan Mihammed Sijelmassi memprediksi adanya hubungan kuat Barat dan Timur tersebut. Karena seni kaligrafi arab merupakan bagian dari seni grafis berhubungan erat dengan seni lukis dan arsitektur. Di sini tulisan bergabung dalam satu latar kesatuan unit media dinding masjid dan kanvas lukisan.
Di tahun 2014 menjadi sebuah fenomena adanya eksebisi lukis kaligrafi kontemporer even MTQ Nasional Bengkulu atas pemikiran dan ide sang pionir pakar kaligrafi Indonesia Dr. KH. Didin Sirojuddin Ar yang aktif dalam mendorong pelbagai aktivitas seni di tanah air mulai pameran, event lomba nasional dan internasional.
Kamis, 01 Februari 2018
Persiapan pameran Pencinta Kaligrafi bersama Gus Mus, AD. Pirous, Saiful Adnan, Muhammad Assiry, Purwanto Zain, M. Sholly Chan, Robert Nasrullah, dkk.
Jum'at, 2 Februari 2018. Corat-coret kanvas, untuk persiapan pameran lukis kaligrafi, launching komunitas PENCINTA KALIGRAFI INDONESIA tanggal 23 Februari s/d 23 maret 2018 di UIN Jogja. Karya Purwanto Zain ini progres berjudul "Ilaahii Anta Maqsuudii". Seniman dan pelukis asal kota Kudus larut dalam karya masuk keranah kajian tarikat khalidiyyah naqshabandiyyah berguru kepada Gus Ulin Nuha (Mursyid dan putra Mbah Arwsni Kudus).