Launching PECINTA KALIGRAFI (PK) PAMERAN SENI RUPA KALIGRAFI di Masjid Sunan Kalijaga, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Selasa
23 Februari – 23 Maret 2018
"MI'RAJ".
A. Anzieb (Kurator)
“Isra`” secara bahasa adalah perjalanan di waktu malam, sedangkan “Mi`raj” adalah naik ke langit yang diberkahi cahaya semesta sampai “di ufuk tertinggi”. Adalah “peristiwa agung” Rasulullah dalam mencapai dimensi tertinggi keimanan. Dengan waktu semalam, perjalanan Rasulullah dari Masjid Haram (Mekah) menuju Masjid al-Aqsha di Jerusalem yang terlebih dulu singgah di Yastrib, Madyan, Syajar Musa (tempat Musa menerima wahyu), Baitullahm (tempat Isa dilahirkan) dan Thursina (tempat orang-orang Bani Israel dimurkai oleh Allah SWT), kemudian naik ke langit sampai ke Sidratulmuntaha, berlanjut mengarungi samudra Alam Semesta Raya hingga sampailah pada “Ruang Yang Mutlak”, adalah “Maha Ruang” yang disebut “Arsy” – kembali lagi ke Mekah membawa keberkahan bagi seluruh umat Muhammad sepanjang dunia dan akhirat.
Sebuah perjalanan yang menembus segala “ruang dan waktu” dari derajat iman, segala peristiwa dari dasar bumi hingga puncak langit hanya menyatakan sembah hormat kepada-Nya. Maka, “diamlah” untuk menyempurnakan iman, dan jangan pernah bertanya sekalipun minta penjelasan tentang langit tertinggi atau Arasy Allah karena tak seorang pun mampu mengetahui hakikat zarah itu. Langit yang bagaikan kukusan terbalik, tanpa penyangga di bawahnya, melewati ribuan bintang, bulan dan matahari, semua sama indahnya, bergerak sekaligus tak bergerak. M. Quraish Shihab dalam “Membaca Sirah Nabi Muhammad Saw”, bahwa al-Qur’an menggunakan tiga tingkat derajat untuk “yaqin”; yaitu ‘ilm al-yaqin, ‘ain al-yaqin, haq al-yaqin – niscaya, Rasulullah dalam peistiwa Mi’raj ini telah mencapai peringkat tertinggi keimanan atau Haq al-yaqin.
Pameran seni rupa kaligrafi ini ingin meletakkan atau lebih mengimani Mi’raj sebagai metafor dan maknawi yang bukan duniawi (tergambar, terlihat, teraba, terpikir, tercium, terdengar dan seterusnya) tapi lebih sebagai puncak hakikat keimanan yang paling agung – karena iman atau keyakinan itu sendiri adalah melulu pada jiwa yang paling lembut dan tertinggi, bahkan tak terukur secara lahiriah dengan apapun di dunia ini. Ketika jiwa disatukan dengan raga/jasmani, maka ia pun merupakan bagian dari keseluruhannya. Jiwa punya peranan dan keterpesonaan dalam apa yang tertinggi, paling hakiki, dan sebaliknya raga punya peranan dalam apa yang paling rendah. Jiwa (dalam arti bagian tertinggi dari manusia yang mendambakan kesempurnaan) ada lebih dulu dari pada raga yang terkurung dalam raga itu sendiri seperti di dalam sangkar. Meski demikian, jiwa kadangkala seperti raga yang memiliki perkembangan maju dan mundur.
Bukankah hidup manusia adalah “perjalanan” yang dilakukan secara bertahap?, bersama kesulitan-kesulitan bercampur dengan penderitaan dan kesenangan dalam pengembaraan di jalan yang panjang menuju puncak ruhani. Dari sini kita bisa menghayati konteks keimanan bagaimana Adam berapa waktu lamanya melewati duka, Nuh diantara air bah dan cengkeraman orang-orang jahat, Ibrahim yang menderita dan dilemparkan ke dalam kobaran api, Ismail yang menerima perintah untuk dikorbankan, Yakub yang menjadi buta lantaran meratapi putranya, Yusuf ketika berkuasa maupun menghamba berada di dasar sumur dan penjara, Ayub yang menggeliat di tanah menjadi mangsa cacing dan serigala, Zakaria hanya tetap diam ketika orang-orang membunuhnya, dan Rasulullah sendiri tak pernah lepas dari hinaan serta cacian dari pamannya (Abu Jahal) dan bangsa Quraish – semua karena cinta dan keimanan kepada-Nya. Mereka telah menyempurnakan diri, dan jiwanya pun langsung menuju ke langit sesuai kesempurnaan yang telah dicapainya.
Dengan mengimani Mi’raj, adalah perjalanan bertahap untuk mencapai “keberimanan” yang sempurna. Seperti halya kehadiran ekspresi visual 26 seniman yang memberangkatkan “ayat-ayat” Tuhan pada pameran ini, merupakan ekspresi perjalanan keimanan melalui pengalaman spiritual (religiustias) dan kultural masing-masing seniman. Tentu saja masing-masing seniman menampakkan bagian dari sisi perjalanan dan pengetahuan itu secara berbeda karena tiada perjalanan dan pengetahuan yang sama yang harus ditempuh untuk dilintasi, tak bisa diperkirakan -- bahwa perjalanan adalah kekal sifatnya dan pengetahuan hanya sementara. Alhasil, seni dan kesenian adalah ritual keyakinan (religiusitas), sebuah “jalan” untuk semakin mendekatkan diri ke hadapan-Nya dengan bekal keimanan itu sendiri, kesalehan sosial, nurani, dan kemanusiaan.
SENIMAN:
Abdul Gani
Jeihan
A.D. Piroes
M. Assiry
Affandi
M. Noer Amien
Ahmad Sadali
Midhan Anis
Ali Ridho
Nasirun
Amang Rahman
Nugroho
Ammar Abdillah
Nurul Huda
Basrizal Albara
Purwanto Zain
Budi Ubrux
Rispul
Hasan Basri
Robert Nasrullah
Husain Sujana
Rifky Nasrullah
Isep Misbah
Syaiful Adnan
Isnaini
Sholikhan.
Kontak no WA : 081325366338
0 komentar:
Posting Komentar
Terimakasih telah berkunjung, silahkan meninggalkan pesan atau menulis komentar