Selasa, 22 November 2016

DI BAWAH MIHRAB SENI

Sudah menjadi idaman dan minat yang menggebu bagi seorang kaligrafer agar bisa mahir melukis kaligrafi. Setelah sekian lama belajar kaidah khat, tentulah ada keinginan untuk menggores cat di atas kanvas. Setiap kaligrafer harus menjadi seorang pelukis. Apalagi tuntutan sekarang alasannya sangat beragam, tidak hanya memenuhi kebutuhan estetis, lukisan kaligrafi juga sangat di gemari, laku keras dan marketable.

Bagi seorang seniman muslim kebiasaan bereksperiman dan mengolah warna dan mengolah goresan kuas (brushstroke) yang berupa sapuan cat adalah prinsip dalam struktur seni. Apalagi latihan semacam ini sangat bagus bila di lakukan putra-putri kita untuk merangsang pusat saraf otak (neorotransmiter) terutama otak kanan yang berfungsi mencerdaskan internal otak.

Senin, 14 November 2016

KRITIK SENI PAK DIDIN.

Beruntung sekali saya masih mendapat komentar dan masukan dari guru saya Dr. KH. Didin Sirajuddin M.Ag, maestro kaligrafi Indonesia guru besar Lemka jakarta dan sukabumi terhadap karya bersahaja saya, kalau evaluasi karya secara langsung sering saya lakukan pada waktu ada pembinaan. Tentu kali ini berbeda dengan yang sudah-sudah karena bisa koreksian via WA dan lain-lain. Dalam komentarnya beliau selalu bilang ada kata-kata "bagus". Saya yakin kata-kata "bagus" tujuannya untuk memotifasi biar terus berkarya walaupun karya yang dikritik masih jauh dari sempurna. Terus selanjutnya beliau baru memberikan masukan terhadap karya yang mau dievaluasi.

AKU BUKAN MASTER KALIGRAFI.

Saya bersyukur bisa tumbuh dan berkembang dilingkungan relegius dikelilingi guru-guru, para master kaligrafi di kota Kudus. Memori saya langsung teringat guru saya Kyai Haji M. Nur Aufa Shiddiq yang telah meniupkan ruh dan nafas, serta spirit untuk selalu menyelam didalam samudera keindahan kaligrafi. Tak henti-hentinya saya selalu memohon pada Allah SWT semoga kelak dijadikan ladang pahala jariyah dan Allah selalu menyayangi mereka.
Selama 5 tahun belajar dan khidmah serta selalu mengikuti apa yang diucapkan dan diperintahkan Pak Aufa panggilan akrab beliau. Ikut nyantrek istilah santri yang selalu mengabdi pada sang kyai. Selalu terlibat dalam proses pembuatan ratusan karya-karya beliau yang berupa karya tulisan tangan beliau, kanvas, kaca, gabus, menghias dan menulis khat dari dinding musholla satu pindah ke masjid yang lain, selalu diajak untuk berdiskusi tentang pengajaran kaligrafi di sanggar beliau. Demikian indah nasehat dan bimbingannya, tentu ini adalah proses pembelajaran "kaligrafi terapan" sebagai sarana belajar secara langsung. Saya masih ingat begitu terherannya Kang Fathur Rohman Pekalongan melihat kuatnya kami berdua (saya dan Kang Assiry) dalam berkhidmah siang dan malam selama bertahun-tahun dimasa itu. Entahlah begitu senang dan bahagia walau tertidur diatas kursi berlantaikan kotoran ayam, semua itu merupakan worna-warni dalam kehidupanku.
Nom rialat tuwo-tuwo nemu derajat adalah filosofi yang saya adopsi dari kyai saya syaikhuna KH. Ahmad Basyir kauman jekulo Kudus seorang ulama' karismatik dan mujiz dalail khoirot yang berpuasa 40 tahun. Yang telah menginpirasi saya dalam belajar dan berjuang dalam kehidupan ini.
Akhirnya ditahun 2002 berkesempatan untuk belajar di Pesantren Lemka Sukabumi Jawa Barat atas arahan dan ajakan Ust. Assiry. Dibawah asuhan guru besar Lemka Dr. KH. Didin Sirojuddin M.Ag, Ust. H. Isep Misbah S.Ag, Ust. Dr. H. Tolabi Karly MA, Ust. Assiry, Ust. H. Momon Abdur Rohman, Ust. H. Bobi Iskandar, Ust. Ujang Badrus Salam, Ust. H. Edy Amin, Ust. H. Nurkholis dan masih banyak guru-guru yang lain yang tidak bisa sebutkan satu persatu.
Setelah boyong dari Lemka, tahun 2006 berlanjut belajar di Pesantren El Jabbar Bandung Jabar dibawah asuhan KH. Dr. Wahidin Loekman M.Sn, Ust. Haji Hasanudin M.Ag, Ustadz Haji Ah. Hawi, Ust. H. Hasyim Asy'ari, Ust. H. Arif Hamdani. Juga belajar khat sama Kyai H. Ma'ruf bogor, Ust. H. Suharno elfaiz, Ust. H. Anis bogor, Ust. Haji Mahmud Arham tangerang, KH. Ma'mun Sundusi, Ust. H. Nana Sahruna bogor.
Sungguh terasa betul atmosfir persaingan di Jabar yang begitu menguras tenaga dan pikiran, jatuh tersungkur dan bangun lagi untuk bisa bersaing dalam berprestasi bersama teman dari seluruh Indonesia. Semua jago-jago nasional turun gunung semua di jabar yang notabenya sebagai barometer nasional. Jadi memang betul kalau jabar jadi kawah candra dimuka tempat pendadaran para juara nasional.
Alhamdzulillah sudah 60 lebih tropi dan penghargaan kaligrafi yang saya dapat dari even kabupaten-kota, propinsi, nasional diantaranya:
Juara 1 Jateng tahun 1999, juara 3 nasional tahun 2000 Palu, juara 1 DKI Jakarta tahun 2002, juara 1 lukis kaligrafi antar mahasiswa se Jateng dan DIY 2003, juara 1 Banten tahun 2005, rekor juara 1 Jawa Barat 7 kali berturut-turut dari mulai tahun 2005, 2006, 2007, 2008, 2010, 2012, 2014. Juara 2 nasional 2010 di Bengkulu. Selain aktif lomba dan membina serta penjurian kaligrafi, juga sering serabutan dalam bahasa saya corat-coret musholla satu pindah ke masjid yang lain, juga mendirikan sanggar dan galeri Asta Qalam Kudus tahun 2003, masuk tim penulisan mushaf Al Qur'an Al Bantani Banten tahun 2010, mengikuti pameran kaligrafi diantaranya festival wali songo Surabaya, duta seni kab. Kudus di TMII Jakarta, pameran kaligrafi di sarasehan kaligrafer nasional IIQ Wonosobo, pameran kaligrafi di Magelang, pameran kaligrafi bersama kaligrafer Indonesia di Lahore dan Karachi Pakistan 2009. Juga menyusun buku paduan kaligrafi diantaranya: "Gores Qalam Indahnya Khat Naskhi", "Aku bukañ Master Kaligrafi."
Demikian sekelumit perjalanan hidup saya yang selalu bergulat dengan kaligrafi dan seakan tidak mau pisah dari kaligrafi. Mungkin karena jiwa dan jasad sudah senyawa menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan, boleh dibilang saya sudah menemukan "purpose of live" tentang tujuan, peran hidup yang bisa saya persembahkan untuk diriku, keluarga kecilku serta masyarakat pada umumnya. Sebuah perjalan kecil dari saya walau tak seindah para pujangga tentunya bisa dijadikan inspirasi dan motifasi. Jangan dianggap sebagai pencitraan karena saya bukan termasuk tokoh besar, saya bukan master kaligrafi seperti guru-guruku yang terbang tinggi nun jauh disinggasananya. Paling tidak saya tidak melupakan "jas merahku" atau perjalanan sejarahku, karena setiap orang pasti mempunyai sejarah. Akhirnya saya cuma bisa memotifasi secara personal pada diriku sendiri bahwa hidup harus bermanfaat dan diisi dengan kegiatan yang positif. "Addunya mazroatul akhiroh", maka wajib bagiku untuk menanam kebaikan didunia sesuai skill dan kemampuan yang kelak nanti tentunya buahnya akan diunduh menjadi jariyah diakherat. Spirit dari nukilan ayat, "Waltandhur nafsumma qoddamat lighod."

Rabu, 22 Juni 2016

"LUKISAN KALIGRAFI 1 MILIAR"

Mata pengunjung pameran kaligrafi di Masjid Agung Kudus yang digelar para kaligrafer Jawa Tengah, banyak tertuju pada sebuah karya berjudul "Hasbunallah". Bukan karena ukurannya yang cukup besar dibanding karya lainnya, tetapi karena berbandrol 1 M, karya fenomenal Haji Purwanto Zain membuat mata para pengunjung dan pecinta seni kaligrafi terbelalak.

Jika karya lain paling banter dibandrol diangka belasan juta. Karya lukis kaligrafi "Hasbunallah" ini berani berbandrol 1 Miliar. Harga yang terbilang fantastis untuk sebuah karya kaligrafi yang dipamerkan di Kota Kudus ini.