Jumat, 28 Juli 2017

NGAJI ROSO

Belajar itu pada siapa saja, bahkan mau belajar pada junior kita. Tak pernah merasa diri kita kenyang terhadap ilmu, atau merasa lebih berilmu dari orang lain. “Ngaji raso” adalah gabungan dari dua kata yaitu ngaji dan roso (rasa). “Ngaji” berasal dari kata kaji yang artinya belajar, mempelajari atau mengkaji sedangkan kata “rasa” adalah tanggapan yang dialami indra atau yang dialami hati. Kata ngaji dari istilah “ngaji rasa” lebih dekat pada kata “mengkaji”. Mengkaji menurut KBBI adalah bentuk kata kerja artinya belajar; mempelajari; memeriksa; menyelidiki; memikirkan; mempertimbangkan; menguji; menelaah. Ngaji rasa adalah mengkaji sesuatu yang menjadi tanggapan indrawi maupun tanggapan hati.

Sebab hidup manusia diberkahi dengan akal dan hati, maka akal yang mengusahakan untuk mengaji dan hati yang mengusahakan untuk merasa. Akal dan hati tidak bisa dipisahkan karena saling berhubungan, juga keduanya adalah modal utama untuk ngaji rasa. Rasa sebagai objek untuk dikaji tidak hanya sebatas perasaan yang kita rasa, namun juga rasa sebagai pengertian respon indrawi yang mencakup rasa sakit, pahit, geli, gatal, ngilu dan sebagainya.

Konsep pada falsafah ngaji rasa terletak pada keterhubungan antar rasa (rasa dan perasaan), artinya satu adalah semua dan semua adalah satu. Dalam sebuah hadis dikatakan: ibarat satu tubuh; apabila matanya marasa sakit, seluruh tubuh ikut merasa sakit; jika kepalanya merasa sakit, seluruh tubuh ikut pula merasakan sakit. Jika kita sakit gigi misalnya, maka tubuh serasa seluruhnya sakit meskipun tidak bisa kita tunjuk dan bawaannya tidak enak untuk melakukan apapun. Begitu juga seharusnya dalam lingkup sosial, empati sesama manusia. Jika temanmu merasakan penderitaan atau tersakiti maka sepatutnya kamu juga berempati untuk menolong dan menjaganya supaya ia tidak merasa tersakiti (rasa atau perasaan).

Pemaknaan tentang ngaji rasa adalah bagaimana kita mempertimbangkan sesuatu sebelum bertindak dengan sebuah pertanyaan atau pernyataan pada diri kita. Pertanyaan dan pernyataan ini benar-benar ditunjukan pada nurani diri sendiri. Di sinilah letak ngaji dalam falsafah “ngaji rasa” terutama tindakan-tindakan yang ditunjukkan pada orang lain. Contohnya, Jika kita bercanda dengan menghina keterbatasan orang lain, maka sebelumnya kita ajukan dulu pada diri kita; “jika saya di posisi dia, apakah saya juga akan merasa senang atau tidak?” Kata kuncinya adalah berbalik, balikan perasaan orang lain dengan persaanmu sendiri lewat pertanyaan dan pernyataan.

“Jika kamu tidak suka dihina, maka jangan hina orang lain. Jika kamu merasa sakit dipukul orang lain, maka jangan pukul orang lain”

“Jika kamu merasa senang dicintai orang lain, maka cintailah orang lain. Jika kamu senang di tolong orang lain, maka tolonglah orang lain”

Jauh lebih dalam pemaknaan ngaji rasa yang berhubungan dengan nurani adalah ngaji rasa pada diri sendiri dengan tindakan jelek yang dilakukan pada diri sendiri (mendzalimi diri). Sebelum mendzalimi diri sendiri maka pertimbangkan dahulu (ngaji) pada diri sendiri apakah dengan tindakan ini saya akan merasa rugi? Sombong atau iri hati misalnya, kan tidak ada ruginya bagi orang lain. Lalu apa ada yang bisa saya pertanyakan lagi sebagai bahan mengaji? Ada.

Yang saya sakiti adalah hati nurani sendiri, jika saya membiarkannya terus melakukan dosa (kejelekan) maka dalam hati nurani saya akan menjadi titik hitam per satu dosa. Jika terus menerus melakukan kejelekan makan akan banyak titik hitam dan terus menghitamkan hati nurani kita. Jika hati kita sudah sangat hitam, maka susah untuk menangkap cahaya (kebaikan). Kebaikan yang ia dapat sendiri maupun diberitahu oleh orang lain meskipun ia “tau” tentang kejelekkannya. Ingat, tau belum tentu ngerti , ngerti juga belum tentu bisa.

Begitu pula sebaliknya, jika kita melakukan yang terbaik untuk diri sendiri, siapa yang merasa untung dan senang? Tidak hanya diri kita tapi juga orang lain, dan itulah konsep holistik dalam falsafah “ngaji rasa” karena jika diri sendiri sudah baik pasti akan berdampak pada orang lain. Disadari atau tidak, kebaikan dan kejelekan pasti akan menular.

Bayangan saya jika setiap pejabat benar-benar mempertimbangkan rasa dan perasaan sebelum bertindak untuk dirinya atau orang lain, maka penyakit negeri ini prihal korupsi akan hilang. Koruptor yang marak sekali saat ini saya yakin tidak mempertanyakan diri atas pertimbangan kerugiannya jika ia di posisi rakyat yang didzalimi penguasa korupnya dengan sepenuh hati. Demikian sekilas catatan saya tentang ngaji rasa sesuai dengan pemaknaan yang saya pahami. Ngaji rasa akan menciptakan keselarasan cinta dan kasih antar manusia dan semua ciptaan Tuhan. Ngaji roso dan ngaulo lalu ngalelah. Depok, 29 juli 2017

Kamis, 27 Juli 2017

PROFIL KATALOG H. PURWANTO ZAIN DI PAMERAN KALIGRAFI KUDUS

Sekilas profil H. Purwanto Zain dikatalog pameran bersama komunitas seniman kaligrafi Akrab 2017. Kali ini H. Purwanto Zain menampilkan 2 buah karyanya yakni A Massage From The Sky berbahan kanvas digores dengan cat minyak ukuran lukisan 100×100cm hasil karya tahun 2017. Sedangkan karya yang satunya lagi adalah lukisan kaligrafi Haji mabrur sama-sama berbahan kanvas ukuran 75×75cm dengan mengunakan oil painting karya tahun 2017 ini. Kedua lukisan ini materi dasar khat perpaduan dari kombinasi khat diwani yang dibebaskan dengan desain intuisi peralihan khat murni ke kontemporer yang lagi ngetrend di Indonesia.

Alhasil kreasi kedua karya terbaru seniman yang telah menghasilkan karya yang tidak bisa diterpublikasikan semua ini mengambarkan bentuk mendobrak kemapanan dalam berkarya. Ini mengunyip kata dari pakar kaligrafi Indonesia Dr. KH. Didin Sirojuddin AR. M.Ag yaitu karya baru tercipta dari karya baru yang mengadopsi karya lama. Artinya setelah mengadopsi karya lama disempurnakan dan diperbarui menjadi karya baru yang merupakan hasil kreasi, inovasi baru yang mempunyai karakteristik baru. Seyogyanya sebuah karya agung akan tercipta karena inspirasi dari karya-karya seniman terdahulu.

Inilah yang sering dibuat eksperimen oleh kaligrafer dari kota Kudus ini. Yang tak bosan-bosannya mengali potensi yang dimiliki. Dengan karya-karya yang selalu ditunggu oleh para kolektor, dan pecinta seni. Dia selalu menimba ilmu dari apa saja, lautan imajinasi bisa diperoleh dari seniman dan juga belajar dari alam ciptaan Dzat Yang Maha Indah, sebagai sumber inspirasi yang tidak akan pernah habis.

Jumat, 21 Juli 2017

LUKISAN KALIGRAFI AL HAJJU AL MABRUURU

Hidup akan selalu menarik diakhir, karena beberapa rencana besar kita telah terwujud menjadi kekuatan besar.
Impian takkan terwujud jika tidak disertai aksi dan kreasi.

Salah satu hal tersulit dalam hidup adalah memulai hari ini dengan senyuman dan semangat baru.🌞

Rabu, 19 Juli 2017

MUTIARA KALIGRAFI Oleh KH. Dr. Didin Sirojuddin AR. M.Ag

MUTIARA KALIGRAFI
(didinSAR•Lemka)

أيامجوًِدٙالخطًِ عليك بِكثرةِ التدريبِ
       "Wahai orang yang sedang mempercantik kaligrafi, hendaknya engkau  banyak latihan."
                  (Qaul Hikmah)

DASAR-DASAR  LATIHAN KALIGRAFI

     Level keindahan kaligrafi dapat dicapai hanya dengan LATIHAN (tadrib/tamrin/riyadhah)  cepat yg disertai kecermatan. Materi latihan mencakup kecermatan memandang  (idrak bashari) contoh-contoh tulisan yg harus ditiru secara detail (muhakat biddiqqah) dengan mendalami dan    membedakan parameter perkiraan (taqribiyah) dan analogi (qiasiyah) huruf, jaraknya, STANDAR  bentuk, ukuran, tinggi-rendah, tipis-tebal, tegak-miring, lengkungan  sampai sambungan (ittishal) satu sama lain,  mengatur kata-kata (tanzhim al- kalimat) dan  menyusun ungkapan (tansiq al-'ibarah).
        Semua KEINDAHAN KALIGRAFI ini disempurnakan  dengan menyatunya tiga komponen sebagaimana diungkapkan Imam Ali RA berikut:

الخطً مخفِىً في تعليمِ الأستاذِ، وقوامه فى كثرةالمشق، ودوامه على دين الإسلام

     "Kaligrafi tersirat di dalam pengajaran guru,  tegak profesionalnya  tergantung  banyak latihan, dan kelanggengannya terkait dengan pengamalan (dipraktikkan untuk) agama Islam,."

       Dalam kegiatan  TC KALIGRAFI Kabupaten Kampar-Riau barusan, dalam  rangkaian poin pelatihan itu pada dasarnya saya hanya  memindahkan intuisi pandangan (hassat al-abshar) kepada pusat-pusat indra khusus (marakiz al-'ashabiyah al-khashah)  melalui  tulisan, yang mencakup: lengan, tangan, dan jemari.
       Teori tadi, ketika dikombinasikan dengan karya-karya Naskah, Hiasan Mushaf, Dekorasi, dan Kaligrafi Kontemporer,  semuanya jadi terasa BERES dan MENGASYIKKAN.