Ibnu Muqlah Abu Ali As Sadr Muhammad bin Al Hasan bin Muqlah atau yang terkenal dengan panggilan Ibnu Muqlah lahir pada tahun 272 H di baghdad. Ibnu Muqlah artinya “anak si biji mata” alias anak kesayangan. Abu Abdillah adalah gelar bagi ibnu muqlah, nama yang sama dengan nama saudaranya. Beliau seoarng wazir atau perdana menteri yang juga seorang kaligrafer kenamaan di zamannya. Sedangkan muqlah adalah gelar ayahnya, Ali. Ibnu Muqlah yang terkenal sebagai “Imamul khaththathin” (bapak kaligrafer) dan saudaranya, Abu Abdillah mendapat pelajaran dan bimbingan dari Ahwal, salah seorang murid dari As Syajari yang paling masyhur, sehingga keduanya menjadi kaligrafer sempurna yang paling menguasai bidangnya di Baghdad Iraq pada permulaan zaman tersebut. Beliau meninggal di dalam penjara dalam keadaan bersimbah darah serta tangan sudah dalam keadaan terpotong peristiwa ini terjadi pada tahun 940 M. Setelah beberapa kali dipenjarakan sebelumnya oleh para khalifah atas berbagai tuduhan dan fitnahan yang dilontarkan oleh lawan-lawan politiknya.
Menelisik mutiara-mutiara ilmu kaligrafi, Rumus-rumus khat Ibnu Muqlah yang masyhur.
Ini dapat dipastikan sejak abad ke-9 miladiyyah, model cursif dipakai secara merata di mana-mana dengan segala kekurangelokannya jika dibandingkan dengan kufi yang sudah disempurnakan menurut ukuran waktu itu. Atas dasar itu Ibnu Muqlah menempatkan dirinya pada tugas pendesainan tulisan cursif yang pada waktu itu menjadi indah atau menjadi keseimbangan yang sempurna. Dengan demikian secara efektif tulisan cursif sanggup bersaing dengan gaya khat kufi.
Sedangkan menurut Ibnu Muqlah, bentuk tulisan baru dianggap benar jika memiliki lima kriteria berikut :
1.Taufiyah (tepat), yakni secara huruf harus mendapatkan usapan sesuai dengan bagiannya, dari lengkungan, kekejuran dan bengkokan.
2.Itmam (tuntas) yakni setiap huruf harus diberi ukuran yang utuh dari panjang-pendek, tipis-tebal.
3.Ikmal (sempurna) yakni setiap usapan garis harus sesuai dengan kecantikan bentuk yang wajar, dalam gaya tegak, terlentang, memutar dan melengkung.
4.Isyba‘ (padat) yakni setiap usapan garis harus mendapat sentuhan yang pas dari mata pena sehingga terbentuk suatu keserasian. Dengan demikian tidak akan terjadi ketimpangan, satu bagian terlalu tipis atau terlalu tebal dari bagian lain, kecuali pada wilayah2 sentuhan yang menghendaki demikian.
5.Irsal (lancar) yakni menggoreskan kalam secara capat dan tepat, tidak tersandung atau tertahan sehingga menyusahkan, atau mogok di tengah2 sehingga menimbulkan getaran tangan yang kelanjutannya merusak tulisan yang sedang digoreskan.
Adapun tata letak yang baik (husnul wad’i) menurut ibnu muqlah menghendaki perbaikan empat hal :
1.Tarsif (rapat teratur) yakni tepatnya sambungan satu huruf dengan huruf yang lain.
2.Ta’lif (tersusun) yakni menghimpun setiap huruf terpisah (tunggal) dari yang lainnya dalam bentuk wajar namun indah
3.Tastir (selaras, beres) yakni menghubungkan suatu kata dengan yang lainnya sehingga membentuk garisan yang selaras letaknya bagaikan mistar (penggaris)
4.Tansil (maksudnya bagaikan pedang atau lembing) yakni meletakan sapuan2 garis memanjang yang indah pada huruf sambung.
Untuk menentukan ukuran bagaimana yang seharusnya dibentuk dalam suatu tulisan ibnu muqlah meletakan suatu sistem yang luas dan sempurna pada dasar kaidah penulisan kaligrafi. Diciptakannya sebuah titik belah ketupat sebagai unit ukuran. Kemudian mendesain kembali bentuk-bentuk ukuran (geometrikal) tulisan sambil menentukan model dan ukuran menurut besarnya dengan memakai titik belah ketupat, standar alif dan standar lingkaran. Tiga poin inilah yang dikemukakan Ibnu Muqlah sebagai rumus-rumus dasar pengukuran bagi penulisan setiap huruf hijaiyyah.
Untuk sistem tersebut, titik belah ketupat atau jajaran genjang dibentuk dengan menekan pena bergaris sudut-menyudut di atas kertas atau bahan tulisan lainnya, dengan demikian potongan titik-titik mempunyai sisi sama panjang dan lebarnya, seluas mata pena yang digoreskan. Standar alif digoreskan dalam bentuk vertikal, dengan sejumlah ukuran khusus titik belah ketupat yang ditemukan mulai dari ujung atas ke ujung lain di bawahnya (‘amadiyyan) dan jumlah titik tersebut pusparagam sesuai dengan bentuknya, dari lima sampai tujuh buah. Standar lingkaran memiliki radius atau jarak sama dengan alif kedua standar alif dan standar lingkaran tersebut digunakan juga sebagai dasar bentuk pengukuran atau geometri.
Nah metode baru inilah yang disebut al khat al mansub (kaligrafi berstandar) dan ini menunjukan pemakaiannya yang segera meluas, ibnu muqlah bereputasi ke arah perintisan jalan pemakaian “enam besar” tulisan cursif. Hasil karyanya yang dipercaya masih ada sampai sekarang hanyalah yang tersimpan utuh di museum irak. Tulisan yang terdiri dari sembilan halaman ini yang disebut naskhi dan tsuluts, ditilik dari cara dan gaya penulisannya dianggap benar-benar berasal dari Ibnu Muqlah sendiri.