Dalam rangka Milad JQH ASY-SYAUQ STAIN Kudus tahun 2018 Ke-22 mengadakan lomba lukis kaligrafi dengan tema "Senandung Kalam Ilahi Mencapai Kebahagian Hakiki". Dengan mendatangkan dewan juri nasional Ustadz H. Purwanto Zain Kudus dan Ustadz Ahmad Jamaluddin dari Jepara.
Daftar juara sebagai berikut:
Juara 1 Halimatus Sa'diyah Kudus, dengan poin 477
Juara 2 Khoirul Fikri IAIN Surakarta, dengan poin 463
Juara 3 Siti Lailatul Maghfiroh UIN Walisongo Semarang, poin 453
Juara harapan 1 Arifuddin Asshidiq, poin 440
Juara harapan 2 Muhammad Zainal Anwar, poin 424
Juara harapan 3 Rif'an Maulana, poin 408
Juara harapan 4 Lathif Syarifuddin dari Pati, poin 395
Kamis, 12 April 2018
Juri dan hasil lomba lukis se-Jateng di STAIN Kudus tahun 2018
Senin, 09 April 2018
ANTARA SENIMAN MUSLIM DAN SENIMAN SENEWEN
ANTARA SENIMAN MUSLIM dan SENIMAN SENEWEN
(Dr. KH. Didin Sirojuddin AR Lemka)
من الفنانين من تخلق بأخلاق حسنة فى إبداع لوحاته الفنية ولكن ليس بقليل منهم من لايبالى ذلك قط.
SYAIR adalah puncak cipta kebudayaan bangsa Arab. Maka, penyair bisa dikatakan sebagai gambaran dan mewakili komunitas seniman Arab. Jadi, seniman favorit waktu itu, ya penyair. SUQ (pasar) UKKAZ jadi sentra ekspresi pembacaan sajak yang ramai. Puisi-puisi terbagus hasil audisi terakhir diberi award dengan digantungkan (mu'allaqun) di dinding Ka'bah, yang kemudian dikenal dengan sebutan AL-MU'ALLAQAT. Dikenallah penyair-penyair hebat zaman Jahiliyah seperti Imru'ul Qais, Zuheir bin Abi Sulma, Nabighah Al-Dzibyani, Al-A'sya, Antarah bin Syidad, dan lain-lain. Sastra benar-benar jadi simbol kehebatan bangsa Arab. Jadilah puisi sebagai "berhala" sebagaimana 365 berhala betulan di teras KA'BAH yang disembah-sembah masyarakat Arab sebelum Islam. Yang menaklukkan "mukjizat" bangsa penyair ini hanyalah ALQURAN yang memiliki mukjizat bahasa yang lebih Indah daripada bahasa tempatan di kawasan.
Duuuuh penasaran nih. Jadinya seperti apa ya para seniman ini? Ternyata Alquran menggambarkan umumnya penyair Arab itu "senewen", seperti disebutkan pada ayat-ayat akhir (224-226) Surat Asy-Syu'ara (para penyair) :
• "Dan para penyair itu DIIKUTI OLEH ORANG-ORANG SESAT." (224)
• "Tidakkah engkau melihat bahwa mereka MENGEMBARA DI SETIAP LEMBAH?" (225. Maksud ayat ini, bhw penyair itu suka mempermainkan kata-kata, tidak mempunyai tujuan yang baik, dan tidak mempunyai pendirian).
• "Dan bahwa mereka MENGATAKAN APA YANG MEREKA SENDIRI TIDAK MENGERJAKAN(NYA)?" (226)
Lengkaplah "sifat-sifat dasar" seniman menurut Alquran, yaitu munafik, omdo (omong doang), plin-plan, somse (sombong sekali), dan berkoalisi dengan orang-orang sableng gak keruan.
Ayat-ayat Alquran yang langsung "nyetrum" para penyair (syu'ara) ini tak urung memancing reaksi penyair muslim HASAN BIN TSABIT (yang hidup 60 th di masa jahiliyah dan 60 th sesudah masuk Islam). Bersama beberapa kawan penyair lainnya, Hasan yang "tidak merasa seperti yang digambarkan Alquran", rame-rame mendatangi Rasulullah SAW (kalau zaman sekarang kira-kira mirip demonstrasi).
"Ya Rasulullah," kata Hasan, "kami dulu memang begitu, bahkan kami selalu mengecam engkau. Tapi sekarang, setelah menjadi muslim, kami sudah berubah bahkan kami jadi pembela-pembela Islam yang gigih melalui puisi-puisi kami."
Agaknya, "demonstrasi" Hasan ini yang menjadi "asbab nuzul" ayat pamungkas (227) lanjutannya. Sebab, tak lama kemudian, Rasulullah SAW menerima wahyu lanjutan ayat-ayat sebelumnya:
• "Kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang BERIMAN dan BERBUAT KEBAJIKAN dan BANYAK MENGINGAT ALLAH dan MENDAPAT KEMENANGAN SETELAH TERZALIMI (karena menjawab puisi-puisi orang-orang kafir). Dan orang-orang yang zalim kelak akan tahu ke tempat mana mereka akan kembali." (227)
Dari atas mimbar mesjid, Rasulullah mendengarkan ejekan Hasan terhadap musuh-musuh Islam, lalu beliau berkomentar dan berdo'a:
أجِبْ عنّى اللّهمّ أيِّدْهُ بِروحِ القدُس
"Jawablah tentang diriku. Ya Allah, perkukuhlah Hasan dengan Ruhul Qudus." Kepada seniman muslim seperti Hasan bin Tsabit, Rasulullah SAW bahkan memberikan dukungan penuh.
Nah, berbeda sekali dengan seniman jahiliyah. Seniman muslim mengolah karya seninya atas dasar iman dan amal saleh dengan tujuan untuk mengingat Allah, asas perjuangannya: "membela agama dengan bertempur melawan segala bentuk kezaliman" sampai menang dengan pertolongan Allah. Prinsip ini pula yang memperkenalkan hakikat SENI ISLAM yang dapat disimpulkan dalam definisi-definisi berikut:
• Seni Islam adalah seni yang "dilandasi iman".
• Seni Islam adalah seni yang "dibungkus nilai Islam".
• Seni Islam adalah seni "amal saleh".
• Seni Islam adalah seni "zikir & pikir".
• Seni Islam adalah seni "perjuangan".
Para seniman pembuat puisi, lukisan, tari, nyanyian, atau drama sepanjang berpegang pada prinsip-prinsip tersebut adalah SENIMAN MUSLIM yang melahirkan karya SENI yang ISLAMI. Contoh karya yang mengandung "nilai seni paling Islamis", adalah Kitab Suci Alquran karena di dalamnya ada 3 nilai positif BENAR, BAIK, dan INDAH seperti disebutkan oleh Dr. Kamal Al-Haj:
إنّ فى الحقِّ خيرًاوجَمالًا، وإنّ فى الجَمالِ حقًّاوخيرًا
"Sesungguhnya di dalam KEBENARAN ada KEBAIKAN dan KEINDAHAN, dan sungguh di dalam KEINDAHAN ada KEBENARAN dan KEBAIKAN."
dengan rinciannya (menurut Prof. Sidi Gazalba) sebagai berikut:
• BENAR, karena sesuai dengan tiap-tiap perkara yang di konfirmasi kannya, sesuai dengan kemanusiaan atau fitrah manusia.
• BAIK, karena membawa manusia kepada "akhlak yang tinggi".
• INDAH pada nilai sastranya.
Memang, beda sekali seniman muslim dengan seniman senewen.
Diposkan oleh Purwanto Zain
Sabtu, 07 April 2018
Master kaligrafi dunia Sami Afandi
Al-Khattat SAMI AFANDI
Lahir di Istanbul pada tahun 1253 H / 1837 M
Belajar Tsututs dan Naskh dari salah satu guru di daerahnya yang bernama Busynaq Usman Affandi.
Belajar Tsuluts Jaly dari Raja`i Afandi murid dari Musthafa Raqim.
Belajar Diwani Jaly dan Diwani dan Tughra’ dari Nasih Afandi.
Belajar Ta’liq dari Kubriz Zadah Ismail Haqqi Afandi, murid dari Yasari Zadah.
Belajar Ta’liq Jaly dari Ali Haidar, murid dari Yasari Zadah.
Sedangkan Khot Riq’ah beliau pelajari dari gurunya, Mumtaz Bik.
Beliau adalah kaligrafer yang mempunyai huruf sangat kuat hampir di seluruh cabang kaligrafi, terutama kaligrafi jenis besar (jaly).
Merupakan kaligrafer produktif dengan banyak karya. Beberapa karya diselesaikannya dalam waktu yang sangat lama –hingga empat tahun-, karena ketelitian dan kesempurnaan hasilnya.
Menulis dengan madrasah Muthafa Raqim pada tsuluts jaly, dan madrasah Yasari Zadah pada Ta’liq Jaly dan berhasil menguasainya dengan sempurna.
Sejak tahun 1893, tulisan tsulust jaly beliau banyak diperngaruhi oleh madrasah Ismai’il Zuhdi.
Salah satu tulisan terbaik yang pernah beliau tulis terdapat pada ‘sabil’ dan tempat wudhu di Masjid Yeni, terdiri dari 12 baris. Di mana tulisan ini sampai sekarang menjadi rujukan para kaligrafer dalam khot tsuluts jaly.
Selain sebagai kaligrafer besar, Sami Afandi juga seorang guru yang berhasil dalam mengajarkan kaidah-kaidah kaligrafi. Tidak heran jika dari didikannya lahir murid-murid berdedikasi dan menjadi kaligrafer besar setelahnya. Seperti Muhammad Nadzif, Hasan Ridha Afandi, Ahmad Kamil Aqdik, Tughrakesy Ismail Haqqi, Hulushi Afandi, Aziz Afandi, Amin Afandi dan lain-lain.
Sami Afandi mengajar kaligrafi pada “Diwan Hamayuni” dan “Madrasah Andarun”. Selain itu, beliau membuka pintu bagi yang ingin belajar kaligrafi ke rumahnya pada hari Selasa setiap minggunya.
Banyak penulis dan peneliti kaligrafi menobatkan beliau sebagai kaligrafer terbesar yang pernah ada dalam sejarah kaligrafi Turki.
Beliau meninggal dunia pada tanggal 16 Rajab 1330/ 1 Juni 1912.
Dimakamkan di dekat Masjid Fatih - Istanbul.
Semoga Allah senantiasa memberi rahmat kepadanya, dan menempatkannya di surga-Nya. Amin.
Al-faatihah…